Lambaian di Ujung Awan



LAMBAIAN,

DI UJUNG AWAN




Ketika mentari pagi mulai menebarkan cahayanya pada semesta, dihari-hari kemelut di buai rindu. Kamu tiak tau kan, betapa aku merasa sepetinya racun rindu telah menyerang hatiku. Akau tak pernah tau apa penawarnya lagi, selain dari pada dirimu yang tak pernah tau rasaku.
Bagaimana kini aku akan kembali melangkahkan  dengan tenang, karna bayang-bayangmu ada saja dalam setiap langkah kakiku. Bayang-bayang pencuri. Ah, mungkin saja aku hanya berilusi terlalu dalam. Oh tidak, kini ilusiku tak bertepi. Sejak ada engkau, engkau. 
Aku tak bisa begini terus, kau hanya akan menghambat hidupku. Mohon segera engkau pergi agar aku tenang meniti kehidupan, dan kau tak lagi terganggu oleh sajak-sajak lambai yang ku kabarkan padamu.
Sejak hatiku, terpaut paras wajah manis lugu dengan senyuman melengkung yang meluruskan pandanganku. Sudah cukup.. cukup cukup cukup. Aku tak tahan lagi. Pegilah engkau dan jangan pernah kembali lagi. Dan jaga bayanganmu, tak kubiarkan kau mencuri kembali duniaku.
Terimakasih, kau pernah membuat aku merasa  melayang terbang di udara. Di langit biru yang merona tak terhingga. Bisa kujumpai burung-burung terbang melayang dan tersenyum padaku di atas sana sambil mengibas-ngibaskan sayap dan mengangguan kepala. Dapat kurasakan sejuknya angin malam di samping bintang-bintang bermilyar tak terhitung berkedip-kedip mesra padaku. Iya, dan iya. Lagi-lagi kau ilusi. Dan aku berilusi.

Komentar