Kita Meyusuri Jalan Bersama




 Ini adalah tentangmu K (kei) part 2
 Ternyata asalmu dari univ yang sama, saat itu aku masih buta dan belum mengerti keadaan. Wajar saja kan, aku masih baru. Dan ternyata aku menapakan kakiku di jalan yang benar kurasa.
Setelah beberapa waktu, di suatu acara trainer, sebuah Unit Kegiatan Mahasiswa yang namanya melambung tinggi itu ternyata kita kembali di pertemukan. Awalnya aku tidak yakin apa itu kau atau orang lain pada beberapa menit pertama. Tapi rupanya waktu telah meyakinkanku. Kau duduk di ujung kanan dan aku di tengah. Sebuah ruangan kelas di lantai tiga sebuah fakultas, aku sama sekali tak fokus padamu karna bukan kau yang kutuju saat itu. Tentu saja aku hadir disana karna aku juga punya mimpi, setidaknya aku hanya bisa memmastikan bahwa doaku saat petama kali kita bertemu ternyata dikabulkan, doa untuk bisa dipertemukan kembali.
Di hari kedua kudapati kau tidak ada di ruangan itu atau dimanapun dalam acara itu, mungkin aku tidak melihatmu atau apa tapi kurasa kau memang benar tidak ada. Di hari ketika yang katanya calon-calon trainer itu di tuntut untuk memberikan penampilan terbaiknya untuk merebut kursi-kursi terbatas yang telah di janjikan sebelumnya.
Untuk yang ketiga kali, di hari kamis yang panas terdapat jadwal pembagian nasi, sebuah komunitas filontropi. Satu bagian dari kesatuan yang mana pintu gerbangnya telah mempertemukan kita. kau ingat di hari itu adalah hari yang sangat panas. Orang-orang sudah berkumpul di masjid sebuah fakultas terbesar univ itu, namun ternyata banyak dari mereka yang kemudian harus pegi mendadak dan membatalkan rencana. Maka tersisalah aku dan seorang teman, yang kemudian di lain hai terungkap bahwa dia juga sangat menyukaimu.
Perjalanan pun dimulai meski kami hanya berdua tapi kami tak mengapa, kami menunggumu di sebuah toko swalayan warna kuning seperti yang kau minta. Saat itu aku tak sadar bahwa itu kau, karna aku tak tau namamu. Seteelah kau datang besama seoang temanmu, lalu kau membuka helm mu dan melihat wajahmu, maka aku baru saja bisa mencocokan dirimu dan namamu.  Disitu aku benar-benar tau namamu, meskipun di petemua selanjutnya aku penah mendengar nama itu tapi aku tak tau itu adalah namamu.
Kita membagikan puluhan nasi dijalanan hingga matahari hampir tenggelam. Kau membawa serta belasan tikusmu yang kau pisah dalam dua buah kardus kecil. Tikus putih mungil, lucu sekali, tapi menggelikan. Aku tak tau arah, dan kau sebagai penunjuk arah. Satu per satu bungkusan nasi mulai pegi dari kantong besar yang kita bawa, tak lupa dokumtasi. Bahkan hingga sekaag aku masih menyimpan foto-foto itu.
Adzan ashar berkumandang, lalu kita singgah di sebuah masjid yang aku tak tau namanya dan tak tau pula nama tempatnya tapi aku ingat  dimana letak dan jalannya. Lalu kuambilkan segelas air minum masjid itu untuk temanmu lalu melanjutkan perjalanan cukup panjang, melelahkan dan  menyenangkan. Kurasa saat itu perjalanan kita menuju arah kota, betul bukan? Aku ingat beberapa tempat yang kita datangi.
Dan kita melihat banyak potret kesedihan pada orang-orang di pinggir jalan,. Kau tau, aku  banyak belajar dari kehidupan mereka yang kita temui. Kisah mereka yang memulung mengumpulkan plastik-plastik di jalanan, seorang kakek tua yang berjualan kopi keliling dengan sepeda tuanya, kakek-kakek dan nenen pengemis yang terlihat sangat menyedihkan di pom bensin. Dengan wajah lelah dan  pakaian yang kumal, mereka sangat berterimakasih ketika sebungkus nasi  bersarang di tangan mereka.
Demikian hingga habis tak tersisa nassi-nasi itu, lalu kau meminta untuk ikut ke rumah tantemu saat pulang nanti. Aku ragu, dan mereka pun ragu. Tapi akhirnya sama-sama mengiyakan. Aku hampir tidak pecaya pada tindakanku, setelah menjelajah jalan panjang bersamamu dan bahkan kutemui keluargamu pada waktu yang tak disangka.
Tantemu menyambut dengan ramah, kau tawarkan air dan semangkuk es batu. Aku ingat saat itu aku kesulitan menaruh es-es itu pada gelasku lalu kau membantuku. Kita duduk di teras sambil bercengkrama santai melepas lelah dan panas. Tapi soe sudah datang kurasa, sudah saatnya untuk pulang, aku berniat mencuci gelas-gelas itu tapi kau melarangnya lalu kau yang mencuci semua gelas itu dan pulang. Apa kau ingat saat itu?
Aku mulai mengerti, detik demi detiik berlalu, waktu demi waktu menorehkan cerita demi cerita dalam kanvas-kanvas putih polos kehidupan baru, lembar yang baru. Kita terus saja di pertemukan, dimanapun itu. Dan aku yakin di pertemukannya kita adalah beralasan dan ada manfaatnya.

Komentar